Aku kembali menyimak kisah indah guru kami,
Syekh DR. Yahya bin Ibrahim al-Yahya
-hafizhahuLlah-
dalam majlis indah pembacaan karya beliau:
“Fiqh al-Nafs” (satu kitab indah yang membawamu
melintasi jejak keindahan jiwa kaum Salaf).
Kisahnya sebagai berikut…
***
Hari itu,
Bersama beberapa orang syekh,
guru kami yang mulia itu tiba di Kazakhistan.
Selama 20 hari ke depan,
para ulama itu akan melewati sebuah daurah
bersama para mahasiswa Arab dari berbagai negara.
Mereka adalah mahasiswa kedokteran,
farmasi, dan jurusan-jurusan sains lainnya.
Hari-hari itu kubayangkan adalah hari yang indah.
Hari-hari yang dipenuhi ilmu.
Juga dipenuhi canda sepenuh adab.
Di ujung daurah berhari-hari itu,
Panitia sepakat untuk membawa para syekh ini
berpelesir di tepi sebuah danau.
Setibanya mereka di tepi danau indah itu,
setelah merehat diri beberapa saat,
seorang peserta berinisiatif membuat kejutan.
Singkat cerita,
kejutannya adalah mereka menggotong guru kami itu,
lalu menghempasnya ke tengah danau!
Guru kami, Syekh Yahya hanya tersenyum.
“Kenapa kalian tidak membawa
para syekh yang lain ke sini bersamaku?” ujarnya.
Para peserta itupun berusaha membawa para syekh yang lain
untuk dihempaskan ke dalam danau:
bersama guru kami yang mulia itu.
Tapi, (seperti tutur guru kami)
panitia dan peserta tidak berhasil “menangkap” mereka!
***
Di penghujung episode danau itu,
para syekh dan peserta duduk berkumpul bersama,
menikmati hidangan yang telah disiapkan.
Di hadapan guru kami,
sebagian peserta tampak sedang mengupas semangka.
Guru kami teringat saja kisah sebagian salaf.
“Dahulu, sebagian salaf pernah
saling melempar semangka…”
Dan tiba-tiba saja,
seorang peserta mengangkat buah semangka yang telah terbuka,
lalu dengan sepenuh tenaga,
ia menghantamkannya ke wajah guru kami yang mulia!
“Hei Bung! Apa yang kau lakukan?!!”
Sekurang-kurang itu yang kukatakan
jika aku di hadapan peristiwa itu,
(Jika tidak menghantam peserta itu dengan batu!)
Tapi guru kami, Syekh Yahya hanya tersenyum,
sambil bertutur:
“Setidaknya engkau biarkan aku selesai
menuturkan kisah Salaf dan semangka itu…”
Dan senyumnya tetap merekah.
(Belakangan, beliau mengaku bahwa
akibat hantaman semangka itu,
rasa sakit merata-rata di segenap wajahnya!)
***
Di ujung wisata itu,
Syekh kami menutupnya dengan khutbah Jum’at,
dan menunaikan shalat Jum’at bersama peserta.
Dan menjelang perpisahan,
Si Penghantam Semangka itu mendatangi guru kami.
“Syekh, Tuan harus tahu bahwa aku sengaja
menghantam wajahmu dengan semangka.
Dan itu bukan bercanda, Syekh!”
“Mengapa?” tanya guru kami.
“Karena aku marah dan benci pada kalian:
orang-orang Saudi,” jawab peserta itu.
(Faktanya memang sebagian orang Arab non-Saudi
terkadang diliputi benci dan dengki
kepada orang-orang Saudi)
“Tapi, Syekh yang mulia….,” lanjutnya,
“…melihatmu tersenyum
setelah hantaman semangka itu,
hilang sirnalah segenap kebencianku itu.
Syekh yang mulia…
Sungguh senyum Tuan usai hantaman semangka itu
jauh lebih berharga dan bernilai
dari majlis-majlis kita selama 20 hari ini!”
Mataku yang menyimak kisah itu
sambil menatap wajah guru kami nan mulia itu,
membasah dalam diam di tepian-tepiannya…
“Sungguh mulia jiwamu, Tuan Guruku…”
ujar hatiku sepenuh jiwa.
***
Maka,
Kita pun belajar bahwa kelapangan hati
dan kebesaran jiwa selalu membuatmu
melihat keindahan yang tak pernah kau sangka.
Bahwa segala dalil yang kau hafalkan
tentang keindahan akhlak dan adabmu
takkan berguna apa-apa untuk hidupmu,
hingga engkau dihadapkan pada ujian hatimu.
Yang menguji: apakah dalil itu terhunjam di jiwamu,
atau setakat kalimat yang dilafalkan oleh lisanmu.
Semoga Allah selalu menjagamu, Guru kami…
Begitulah kisah buah semangka ini.
Akhukum,
Muhammad Ihsan Zainuddin
NB:
Jangan lupa gabung di Telegram saya:
Jangan lupa berkunjung ke sini:
================
Oh iya, hampir lupa…
Ada juga KULIAH ONLINE GRATIS
mengkaji Kitab Hadits Arba’in Nawawiyah.
Infonya cek di sini:
Komentar
Posting Komentar