Oleh : Nur Laela.Dj (Ummu Muhammad)
Seorang ibu bertanya kepada kami tentang metode yang kami gunakan ketika melihat Muhammad kecil kami, yang waktu itu masih berusia 2 thn 3 bulan, sudah mampu menghafalkan Al-fatihah & 4 surah pendek lainnya -biidznillah. Walau belum sempurna pelafadzannya karena lisannya yang masih cukup cadel.
Kami pun bingung menjawab, karena memang selama ini tak ada metode atau trik khusus yang kami gunakan. Bahkan terhafalkannya ayat-ayat tsb, bukan karena kami sengaja meng-eja-kan untk dihafalkan, melainkan ayat-ayat tersebut adalah bacaan wirid yg menjadi kelonan si dede sebelum tidur.
Kami teringat ketika si dede memasuki usia 7 bulan, dia mulai suka bersenandung. Biasanya yang mendengar akan bertanya, “Muhammad nyanyi apa nak?”, dan kami akan jawab: "hehe bukan nyanyi kholah, adek Muhammad lagi ngaji".
Selain karena memang tak tahu apa yang disenandungkan, kami memang terbilang hampir tidak pernah mengajarkan nyanyian kepada si kecil ketika itu. Barulah saat hampir memasuki 2 tahunan usianya, berangsur-angsur senandungan itu mulai terdengar jelas, semakin mirip lantunan Al-Qur'an. Dan genap 2 thn seiring ia mulai jelas berbicara, jelas pulahlah bahwa yang dilantunkan itu adalah Al-Fatihah, diikuti oleh surah-surah pendek lainnya.
Dan yang juga membuat kami tercengang adalah setelah cukup lama ia hafalkan huruf hijaiyyah dengan irama. Maka kami putuskan diusia 2 thn 2 bulan untk mengenalkan huruf hijaiyyah secara lansung kepadanya. Ketika kami mulai dgn memperlihatkan huruf alif,
ba, tak ada yang aneh. Dia mengangguk & coba mengikuti. Sampai ketika kami tunjukkan huruf tsa, ia mulai berceloteh, celotehan yg kami fikir sebelumnya tak memiliki makna.
" Gigi atasyyy" katanya sambil nunjuk gigi.. dan dengan sedikit terkejut, kami akhirnya sadar sepertinya si dede hendak menyebutkan makhraj. Padahal belum pernah sekalipun kami mengajarkan makhrajul huruf kepadanya dari awal.
Kami mulai berfikir, “kok bisa ya???” Makhraj ini tidaklah terdengar oleh Muhammad kecuali dalam halaqoh tahsin, baik ketika kami belajar atau mengajarkan, namun bukankah disaat yg sama dia juga sibuk dengan dirinya, ya sibuk bermain, makan, lari kesana kemari. Tapi maa syaa Allah ternyata bersamaan dgn itu si dede merekam... Dan masih banyak lagi hal-hal, entah itu sikap atau perkataan, buah dari apa yang dia rekam dari sekitarnya, baik itu positif, bahkan juga yanh negatif karena kelalaian kami...
Ya, dari kejadian ini kita belajar bahwa ternyata bayi atau balita kita tak sepolos yang terlihat oleh kita, kemampun yang dimiliki untuk merekam setiap apa yang ia dengar dan ia lihat di sekitarnya sangat luar bisa.
Anggapan bahwa anak diusia bayi dan balita memiliki kemampuan yang sangat terbatas untuk belajar, ternyata tak sepenuhnya benar. Bahkan para ahli mengatakan bahwa otak bayi memiliki keaktifan yang lebih dibandingkan orang dewasa, yang kapasitas otak mereka mulai dari usia 0-8 tahun mencapai 80 %, hingga sangat potensial menyerap segala informasi sebanyak-banyaknya. Belum lagi mirror neuron pada bayi terus berkembang, yang jumlahnya mencapai 100 trilun, dimana ia berfungsi merekam apa yang ia dengar, lihat & rasakan.
Maka justru di usia itulah masa golden age/ masa emas bagi tumbuh kembangnya. Dimana ia adalah modal dan pondasi utama untuk kita menanamkan setiap nilai-nilai kebaikan.
Maka apa yang kita pendengarkan dan perlihatkan hari ini sangat mungkin adalah mereka di masa depan.
Karena itu, sungguh aneh jika kita mengagankan anak yg lemah lembut, namun yg kita tampakkan tiap hariya adalah wajah dan lisan bak gorilla kelaparan.
Sungguh sangat aneh jika kita mengidamkan anak menjadi penghafal Qur'an, toh yang kita set sepanjang hari adalah lagu bollywood kesayangan kita.
Maka dari itupula ketika kita dapati hal negatif atau sesuatu yang kurang berkenan menurut kita dari si kecil, maka jangan terburu-buru menjudge atau menyalahkan. Selain berupaya meluruskan, hal yang perlu kita lakukan adalah introspeksi diri, karena walau tak melulu kesalahan itu dicontoh dari kita tapi bisa jadi hal itu diperoleh karena kelalaian & kecerobohan kita yang kurang peka & kurang pengawasan terhadap segala sesuatu yang ada disekitar sikecil.
Sebagai ibu, siapapun kita. Kami yakin, kita punya cita-cita yg sama. Harapan agar anak kita bisa tumbuh menjadi anak yang baik/sholeh.
Sungguh kami senantiasa teringat akan petuah salah satu guru kami, Ummu Maryam, yah guru rasa Ibu bagi kami hafidzahallah. Dimana ketika itu beliau mengingatkan tentang pentingnya menanamkan kecintaan pada ibadah & kebaikan sejak dini kepada anak-anak kita, bahkan tidak hanya menanamkan, tapi juga memeliharanya. Dan sungguh, wahai ibu, posisi atau peran kita adalah di antara faktor penentu setelah taufiq dari Allah, akan seperti apa anak kita kelak. Dimana masa-masa bertumbuhnya, dihabiskan lebih banyak bersama kita. Dan benarlah ungkapan bahwa kita adalah "Madrasatul Uulaa".
Maka tidak adalasan buat kita wahai ibu, untuk berhenti belajar & berbenah diri. Berjuang sepenuh kemampuan untuk menanamkan segala kebaikan itu pada diri mereka. Bukan besok atau nanti wahai ibu, tapi sekaranglah saatnya. Warnailah mereka dgn kebaikan & do’a-do’a tulus kita. Tentu perjuangan ini sangatlah tidak mudah, maka libatkan partner kita & mohonlah taufiq kepada_ Nya..
Allahumma ya Rabb berikanlah penjagaan terbaik untuk anak-anak kami, penuhi hati mereka dgn taqwa & cinta kepada_ Mu 🌷🌷🌷
Komentar
Posting Komentar