Bismillahirrahmanirrahiim
Hari ini, di negeri kita yang begitu indah..
Terlepas dari banyaknya problema, kita masih bisa meminum air yang segar, masih bisa makan sepiring nasi, masih bisa bernapas dengan lega, masih bisa merasakan keamanan.
Kadangkala, karena nikmat yang tiap hari kita dapatkan dengan mudah, diri pun menjadi lupa.
Lupa betapa setiap tetes air yang kita nikmati, setiap butir nasi yang kita santap, setiap hela napas yang kita hirup, setiap kedipan mata yang tak pernah alpa, setiap degup jantung yang kita rasa, semua adalah nikmat yang begitu berharga dari Dzat yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.
Islam, adalah agama yang sangat indah. Di antara keindahannya adalah mengajarkan dan mengarahkan umatnya untuk menjadi pribadi yang penuh syukur. Bahkan, syukur adalah sebuah perintah dari Robb yang Maha Esa.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Luqman: 12)
Ya, syukur yang kita yakini, kita ucapkan, dan kita amalkan, sejatinya adalah untuk kebaikan diri kita sendiri sebagai manusia. Dan dengannya (syukur tersebut, pent-) maka Allah subhanahu wata’ala pun akan menambah kebaikan bagi diri kita, di dunia dan akhirat.
Mari kita lihat, betapa banyak masyarakat kita hari ini yang lupa tentang hakikat syukur. Syukur yang berarti menghargai setiap kebaikan dan nikmat yang didapatkan. Sebagian masyarakat begitu mudah mengeluh bahkan meremehkan berbagai nikmat yang dipandangnya sedikit.
Karena terlalu sering dipertontonkan nikmat dunia yang berlebihan, nasi bungkus yang berisi telur dan tempe pun terasa menyedihkan. Padahal, di belahan bumi yang lain, bahkan sebutir nasi pun sangat berharga.
Di sinilah keindahan Islam mengajarkan bahkan mendidik umatnya untuk menghargai makanan. Di dalam sebuah hadits, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdabda:
“Muliakanlah makanan, karena sesungguhnya Allah subhanahu wata’ala telah menurunkannya dari keberkahan-keberkahan langit dan mengeluarkannya dari keberkahan-keberkahan bumi” (HR. Ibnu Abi Hatim)
Di hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَلْعَقْ أَصَابَعَهُ، فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِي فِي أَيَّتِهِنَّ الْبَرَكَةُ.”
“Apabila seseorang diantara kalian makan maka jilatlah jari-jarinya karena ia tidak mengetahui di bagian jari yang manakah keberkahan itu berada.” (HR. Muslim)
Masya Allah, Allah subhanahu wata’ala melalui Nabi-Nya yang mulia mendidik manusia dan memotivasi untuk senantiasa menyadari bahwa makanan dan minuman yang kita nikmati adalah rezki yang Allah subhanahu wata’ala berikan dari keberkahan langit dan bumi, dan bahwa di setiap makanan yang kita santap terdapat keberkahan, saat kita beradab dan memulai dengan mengucap bismillah saat menyantapnya.
Bahkan, di antara adab yang diajarkan saat selesai makan adalah menjilati tangan (jika makan dengan tangan) karena kita tidak tahu di bagian tangan yang manakah keberkahan makanan itu diturunkan. Di antara hikmah yang disebutkan ahli ilmu tentang hal ini adalah bahwa Islam adalah agama yang sangat menjaga umatnya dari sikap dan sifat mubazir sehingga bahkan sisa makanan yang menempel di tangan pun diupayakan untuk dibersihkan sebelum akhirnya dicuci dan mengalir bersama air.
Maka Maha Suci Allah yang telah menurunkan syariat yang begitu sempurna.
Betapa hari ini kita melihat permasalah umat, bukan hanya umat Islam tetapi juga umat manusia secara umum, terkait masalah sampah. Dan akhirnya, bermunculanlah gerakan-gerakan sustainable life yang berusaha menyadarkan masyarakat untuk hidup sederhana, terukur, dan tidak berlebihan: salah satunya terkait pengelolaan makanan dan sampahnya.
Maka kita akan melihat bahwa sebenarnya Islam telah lebih dahulu menunjukkan konsep tersebut. Konsep hidup yang begitu indah dengan iman sebagai pondasinya. Lebih dari sekadar tujuan duniawi, umat Islam dimotivasi untuk hidup sederhana dan penuh syukur karena mengharap wajah Allah tabaraka wata’ala. Karena apa yang kita lakukan dalam rangka syukur kepada-Nya, maka dampaknya akan kembali kita rasakan di dunia ini, dan akan dibalas dengan kebaikan di akhirat kelak.
Maka belajarlah hari ini untuk bersyukur. Untuk menghargai.
Belajar untuk memikirkan akibat sebelum bertindak. Belajar untuk mengelola sebelum membeli. Belajar untuk membeli yang kita butuhkan bukan sekadar memuaskan apa yang kita inginkan.
Semoga Allah memudahkan kita menjadi hamba yang bersyukur.
Allahul musta’an
Komentar
Posting Komentar