Muhasabah, Bagaimana Syukur Kita?
“Dan sedikit dari hamba-Ku yang bersyukur,” (potongan terjemah ayat 13 surah Saba’). Begitulah faktanya, dan memang kita saksikan. Bahkan, kita menjadi saksi atas diri kita sendiri. Bagaimana syukur kita yang masih jadi PR. Kenapa? Karena nikmat Allah ta’ala tercurah begitu besar untuk kita. Tentang mata yang masih bisa melihat, atau telinga yang masih mendengar, atau lidah yang masih mengecap rasa. Tentang helai-helai rambut yang menghiasi kepala kita, keberadaan kulit yang melindungi organ tubuh kita, tentang senyum, bahkan kotoran yang masih bisa dikeluarkan dengan baik. Sungguh jika kita resapi dengan teliti, nikmat Allah ta’ala sungguh sangat banyak, sangat indah.
Otak
adalah struktur paling kompleks dan penuh teka-teki di alam semesta. Organ itu
juga berisi lebih banyak neuron (sel saraf) daripada jumlah bintang di galaksi.
(Sumber: getty image, BBC.com)
Sepanjang hidup kita, otak kita terus-menerus
berubah. Maka dari itu, otak adalah organ yang fleksibel dan adaptif.
Neuroplastisitas, kapasitas sistem saraf untuk memodifikasi atau beradaptasi
terhadap perubahan, memungkinkan neuron untuk mengatur ulang sendiri dengan
membentuk koneksi baru dan menyesuaikan aktivitasnya sebagai respons terhadap
perubahan lingkungan. (Sumber getty image, BBC.com)
Mari kita coba melihat 1 saja organ,
otak kita misalnya. Ini pun kami pribadi baru dapatkan betapa nikmat sekali
otak kita ketika anak kami didiagnosis hidrosefalus obstruktif di usianya yang
1 tahun. Otak bukan hanya sekadar organ saja, penuh dengan neuron (sel saraf),
bahkan ada pula system yang mengatur cairan otak kita. Tahukah kita bahwa otak
beratnya bisa mencapai 1,3 kilogram untuk dewasa, bukan bobot yang ringan.
Tetapi kita tidak merasa kepala kita berat, kita mudah mengangkatnya dan
berjalan ke sana ke mari, karena adanya cairan otak. Itu normal. Ada system
yang mengatur jumlah cairan di otak kita dengan sangat detil, juga saluran yang
membuat cairan itu bisa mengalir dengan mudah ke sumsum tulang belakang kita.
Tapi tidak dengan anak kami, dan pasien-pasien
hidrosefalus. Entah saluran mereka tersumbat atau karena jumlah cairan
serebrospinal (cairan otak) yang dihasilkan berlebihan. Saat itu kami sadar,
betapa luar biasa nikmat yang Allah ta’ala berikan kepada kita. Betapa Maha
Baiknya Allah subhanahu wata’ala, sang Maha Penjaga.
Belum lagi dengan anak-anak lain yang
kami saksikan di Rumah sakit, ada yang terkena tumor/kanker, penyakit jantung,
kelamin ganda, tak ada anus, kelainan tulang, dan otot. Semuanya seperti
menyentil hati ini, “pernahkah kita bersyukur untuk setiap nikmat itu?”. Bukan
hanya secara lisan, tetapi syukur dengan sangat dari dalam hati kita. Dan
bukankah tidak masuk akal, orang yang berterima kasih dengan tulus tidak
membalas sang pember nikmat?
Bunda, tahukah apa yang begitu indah? Kita takkan pernah bisa membalas
setiap nikmat yang Allah ta’ala berikan kepada diri kita, walau begitu, Allah
Maha Mensyukuri, malah akan membalas kesyukuran kita dengan tambahan nikmat
yang lebih banyak lagi. Subhanallah! Allahu Akbar!
Dengan melaksanakan perintah-Nya,
menjauhi larangan-Nya, berbuat baik kepada kerabat dan makhluk-Nya, menyebarkan
kebaikan dan nasihat, tidak berbuat syirik (menyekutukan-Nya), itulah di antara
cara kita menunjukkan rasa syukur kita. Bunda, mungkin, ujian kita sebenarnya
untuk mengingatkan kita betapa lalai diri kita bersyukur kepada-Nya. Dengan
kehadiran anak yang istimewa, Allah ta’ala telah memberi kita hadiah. Minimal,
kita bersyukur anak kita masih bisa bernapas dan ada di sisi kita. Juga
mengingatkan, bahwa dunia ini sungguh hanya persinggahan. Dengan izin-Nya,
semoga kita bisa berkumpul di Jannah (surga).
Komentar
Posting Komentar