Normalisasi Kemungkaran
Entahlah mengapa belakangan ini kepikiran
Bahwa sebagian besar kita menjadi sasaran
Agar secara tak sadar menormalisasi kemungkaran
Di bawah naungan “Ini hidup gue!” atau “Jangan ngurusin orang!”
Memang benar sih, kalau hidup itu pilihan dan kitalah yang akan bertanggung jawab atas pilihan itu
Tapi, kalau kita muslim, agama kita memerintahkan:
وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ١٠٤
“Dan hendaklah ada segolongan kaum yang menyeru kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (Q.S. Ali Imran: 104)
Walaupun agama itu tidak dipaksakan, Allah ta’ala telah menegaskan mana agama terbaik dan diridhai-Nya
Yah, setelah itu, silakan terima konsekuensi aja.
Islam itu bukan sekadar pengakuan.
Tapi pengamalan oleh hati, lisan, dan perbuatan.
Ketika ada yang membuat kehebohan tentang cara hidup, islam menuntun kita untuk menasihati.
Menolak kemungkaran pada perbuatannya, bukan pada orangnya karena orang bisa saja berubah.
Child free misalnya, hal itu bertentangan dengan agama, jangan menormalisasinya dengan mengatakan “yah itu pilihan sih”.
Child free nya itu masalahnya, keyakinan dan pemahaman itu masalahnya.
Namun, orangnya yaa belum tentu kita judge karena memang ada berbagai pertimbangan.
Boleh jadi karena alasan medis seseorang memang ngga bisa punya keturunan, ya itu ngga apa..
Boleh jadi karena sesuatu dan lain hal, child free terjadi tanpa kesepakatan, ya begitulah kehidupan.
Tapi membenarkan child freenya itu yang masalah.
Kemungkaran jadi ternormalisasikan oleh pandangan “Itu kan pilihan”.
Islam mengajarkan kita untuk peduli dengan orang lain bukan karena sok ikut campur.
Tapi demi kebaikan bersama di dunia dan akhirat.
Namun indahnya islam, mengajarkan kita untuk membenci perbuatannya bukan orangnya.
Yang menyedihkan adalah jika tak ada kegundahan dan kegelisahan saat melihat kemungkaran, padahal tolak ukur kadar iman terendah adalah menolak kemungkaran dengan hati.
Namun, jika hati pun menerima, kita butuh muhasabah dengan keimanan kita kepada Allah..
Karena berislam atau berimannya kita juga berarti bahwa kita menerima syariat dan hukum Allah ta’ala.
Coba deh kita merenung.....
Boleh jadi, kondisi hari ini yang “Semua orang bisa bicara” membuat kita tanpa sadar menormalisasi kemungkaran.
Yuk istigfar, muhasabah dan belajar lagi!.
Karena setan tak pernah lelah
menjerumuskan kita dalam kemaksiatan hingga kesyirikan!.
Semangat!
========================================
Komentar
Posting Komentar