Langsung ke konten utama

Menjadi Ahlullah di Dunia

Sumber foro: Google

Saudariku, muslimah…
Pernahkah engkau memiliki sahabat? Bagaimana rasanya memiliki seorang sahabat karib? Senang ya? Ada tempat berbagi, minta nasihat, ada yang menemani, dan kalau kesusahan ada yang bantuin! Wah, siapa sih yang tak ingin sahabat kalau begini?! Tapi, tahu nggak sih, muslimah, kalau ada sahabat yang lebih baik dari sahabat-sahabat ‘manusia’ kamu? Nggak?! Nah, sini sini… coba buka lemari kamu atau rak buku di rumahmu atau yang biasa dipajang tuh di samping televisci\\ atau di musholla rumah kamu. Sudah ketemu? Sudah tahu kan? Sudah kenal kan? Ya! Dia adalah Al-Qur’an.



Tahu, nggak sih muslimah…?
Sahabat dan keluarga kita di dunia ini, mereka mungkin akan menemani kita, bercanda tawa dengan kita, mengurangi kesusahan kita, tapi semua itu hanya di dunia ini saja. Saat masa ujian kita di dunia ini telah berakhir dan kita sudah harus mempertanggungjawabkan hasil ujian dunia kita kepada Robb kita ‘azza wa jalla, maka mereka akan meninggalkan kita. Jangankan masa pertanggungjawaban di yaumul hisab nanti, pre-yaumul hisab-nya alias alam kubur aja mereka sudah nggak ada menemani kita! Allahumma…
Kita hanya sendiri, berteman sepi. Kita sendiri beralas tanah dan juga beratap tanah. Kita hanya seorang diri, menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir. Kita hanya sendiri! Hingga hari pembangkitan tiba, maka kitapun dibangunkan untuk mempertanggungjawabkan kembali hasil usaha kita di dunia. Di bawah terik matahari yang hanya sejengkal, tanpa sehelai pakaian. Pada saat itu pandangan kita tertunduk, tubuh kita gemetar ketakutan tentang apa yang akan kita katakan pada Robbul ‘alamin?!

“Pada hari, ketika ruh dan para malaikat berdiri bershaf-shaf, mereka tidak berkata-kata, kecuali siapa yang telah diberi izin kepadanya oleh Tuhan Yang Maha Pemurah; dan ia mengucapkan kata yang benar. Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.” (Qs. An-Nabaa’: 38-39)
Pada saat itu, saudariku… pada saat itulah kita sangat membutuhkan pertolongan! Kita akan mencari kesana-kemari meminta syafa’at (pertolongan) untuk meringankan kesulitan kita yang teramat sangat.
 
“dan tidak ada seorang teman akrabpun menanyakan temannya, sedang mereka saling memandang. Orang kafir ingin kalau sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab hari itu dengan anak-anaknya, dan isterinya dan saudaranya, dan kaum familinya yang melindunginya (di dunia). Dan orang-orang di atas bumi seluruhnya kemudian (mengharapkan) tebusan itu dapat menyelamatkannya.” (Q.S Al-Ma’arij: 10-14)

Pada saat itulah… Al-Qur’an akan datang
وَيَقُولُ الْقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِاللَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيهِ قَالَ فَيُشَفَّعَان
 “….Sedangkan al Qur`an berkata : “Aku telah menahannya dari tidur pada malam hari. Karenanya, perkenankan aku untuk memberi syafa’at kepadanya”. Maka keduanya pun memberi syafa’at”. [HR Ahmad, II/174; al Hakim, I/554; dari Abdullah bin ‘Amr. Sanad hadits ini hasan. Hadits ini dishahihkan oleh al Hakim dan disetujui oleh Imam adz Dzahabi. Dishahihkan juga oleh syaikh al Albani dalam Tamamul Minnah, hlm. 394]

Pada hari tidak ada syafaat kecuali syafaat yang diizinkan oleh Allah, Al-Qur’an akan memberikan syafa’at. Tetapi, kepada siapa? Tahulah engkau jawabannya wahai saudariku, ia adalah mereka yang semasa di dunia ini bersahabat dengan Al-Qur’an.
“Dari Abi Umamah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku mendengar Rasulullah n bersabda, “Bacalah olehmu Al Qur’an, sesungguhnya ia akan menjadi pemberi syafa’at pada hari kiamat bagi para pembacanya (penghafalnya).” (HR. Muslim)
Inilah yang akan menyelamatkanmu, lantas, tak maukah engkau bersahabat dengannya? Tak maukah engkau menjadi ahlul qur’an?
Siapakah yang dimaksud ahlul qur’an dan ahlullah (keluarga Allah) atau hamba-hamba khusus bagi Allah dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :
إِنَّ لِلَّهِ أَهْلِينَ مِنَ النَّاسِ قَالُوا : مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ : أَهْلُ الْقُرْآنِ هُمْ أَهْلُ اللَّهِ وَخَاصَّتُهُ
“Sesungguhnya Allah mempunyai keluarga di antara manusia, para sahabat bertanya, “Siapakah mereka ya Rasulullah?” Rasul menjawab, “Para ahli Al Qur’an. Merekalah keluarga Allah dan hamba pilihanNya” (HR. Ahmad)
Simak penjelasan Syaikh Shalih Al-Fauzan –hafizhahullah– berikut: (Syarah Risalah Al-‘Ubudiyyah halaman: 64. Dar Ibnul Jauzi, Cetakan pertama; th 1435 H)
“Yang dimaksud ahlul qur’an  bukan orang yang sekedar menghafal dan membacanya saja. Ahlul qur’an (sejati) adalah yang mengamalkannya, meskipun ia belum hafal Qur’an. Orang-orang yang mengamalkan Al-Qur’an; menjalankan perintah dan menjauhi larangan, serta tidak melanggar batasan-batasan yang digariskan Al-Qur’an, mereka itulah yang dimaksud ahlul qur’an, keluarga Allah serta orang-orang pilihannya Allah. Merekalah hamba Allah yang paling istimewa.
Adapun orang yang hafal Al-Qur’an, membaguskan bacaan Qur’an nya, membaca setiap hurufnya dengan baik. Namun jika ia menyepelekan batasan-batasan yang digariskan Al-Qur’an, ia bukan termasuk dari ahlul qur’an. Tidak pula termasuk dari orang-orang khususnya Allah.
Jadi ahlul qur’an adalah orang yang berpedoman dengan Al-Qur’an (dalam gerak-gerik kehidupannya), ia tidak menjadikan selain Al-Qur’an sebagai panutan. Mereka mengambil fiqih, hukum-hukum dari Al-Qur’an, serta menjadikannya sebagai pedoman dalam beragama..”
Jadi, saudariku, masih tak inginkah engkau menjadi ahlul qur’an, ahlullah?
Janganlah diri kita menjadi yang sebagaimana difirmankan oleh Allah ‘azza wa jalla,
وَقَالَ الرَّسُولُ يَا رَبِّ إِنَّ قَوْمِي اتَّخَذُوا هَذَا الْقُرْآنَ مَهْجُورًا
“Dan Rasul (Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan al-Qur’an ini diabaikan.” (QS. al-Furqan: 30)
Ibnu Katsir menjelaskan makna “Mahjura (diabaikan)“ dalam kitab tafsirnya dengan beberapa pengertian, di antaranya,
1.Orang-orang musyrikin enggan mendengarkan (bacaan) al-Qur’an. Sebagaimana firman Allah
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَا تَسْمَعُوا لِهَذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Dan orang-orang yang kafir berkata, “Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) al-Qur’an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mengalahkan mereka.” (QS. Fushshilat:26)
Dahulu, apabila dibacakan kepada mereka al-Qur’an, mereka membuat gaduh (hiruk pikuk) dan memperbanyak pembicaraan yang lain sehingga mereka tidak mendengar bacaan al-Qur’an.
Note:
Dalam nash aslinya tertera (لَا يَصْغَوْنَ لِلْقُرْآنِ وَلَا يَسْمَعُوْنَه) kata (لَا يَصْغَوْن ) bermakna ( لَا يَسْتَمِعُوْنَ ), dan kata (يَسْمَعُ) berarti hanya sekedar mendengarkan tanpa teriringi tadabur maupun penghayatan, adapun kata ( يَسْتَمِعُ ) bermakna mendengarkan sembari diikuti penghayatan dan tadabur dalam hati. Dan orang-orang musyrikin enggan mendengarkan bacaan al-Qur’an dengan cara kedua-duanya, baik hanya sekadar mendengarkan, terlebih harus mentadaburi dan menghayati firman Allah tersebut.
2.Tidak mengamalkan (isinya) dan tidak berusaha menghafalnya juga termasuk dalam arti mengabaikan al-Qur’an.
3.Tidak beriman dan tidak membenarkannya juga masuk dalam kategori mengabaikan al-Qur’an.
4.Enggan mentadaburi dan tidak mau berusaha memahami (maknanya) juga termasuk bagian dari mengabaikan al-Qur’an.
5.Tidak mengamalkannya, berupa tidak melaksanakan perintah-perintahnya dan tidak menjauhi larangan-larangannya, ini juga termasuk dalam kriteria mengabaikan al-Qur’an.
6.Berpaling darinya dan menuju ke yang selainnya, baik berupa syair, perkataan, nyanyian, senda gurau, obrolan, atau berupa metode yang teradopsi dari selain al-Qur’an. Perbuatan ini juga termasuk mengabaikan al-Qur’an. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir, Ibnu Katsir, 6/98-99)
Wal’iyadzubillahi min dzalik.
Semoga Allah menerangi hati kita dengan Al-Qur’an dan memberikan kita petunjuk untuk menjadi shahibatul qur’an.
Allahul musta’an (FA)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUNDA, JANGAN BERSENDIRIAN (PART 11 "Hadiah Istimewa Untuk Bunda Hebat")

  BUNDA, JANGAN BERSENDIRIAN Bunda, jangan merasa sendiri. Tentu karena memang kita tak pernah sendirian, sebab Allah ta’ala Maha Melihat dan Mengawasi kita. “Dan Allah bersama kamu (dengan ilmu-Nya) di mana saja kamu berada.” [QS. Al-Hadid: 4] Kemudian, Bunda, apa yang Bunda alami bukan hanya Bunda satu-satunya. Berdasarkan data berjalan 2020 dari Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 22,5 juta atau sekitar lima persen (Kemensos). Entah itu dari sisi intelektual, mental, sensorik, dan ganda/multi. Selain itu, Ketua Pusat Layanan Penyakit Langka di  Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo  atau RSCM, Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif Sp.A(K) menyebut diperkirakan ada 10 persen dari total penduduk atau sekitar 25 juta orang yang menderita penyakit langka di Indonesia. Bukankah angka yang cukup fantastis? Maka kuatkanlah hatimu, Bunda! Dan siapkan diri untuk mencari informasi dan komunitas. Minimal kita bisa mendapatkan ilmu tentang penanganan ...

MENGAMBIL HIKMAH (Part 2 "Hadiah Istimewa Untuk Bunda Hebat)

  HADIAH ISTIMEWA UNTUK BUNDA HEBAT Hadiah untuk para ibu yang diuji dengan kesehatan anak Penulis: UmA 2. Mengambil Hikmah Selalu ada hikmah dari setiap kejadian, mungkin agar kita lebih dewasa, atau seringkali agar kita sadar dan kembali meniti jalan kebenaran. Atau terkadang melalui kejadian tersebut, ada pembelajaran istimewa yang Allah ingin hadirkan dalam kehidupan. Itulah yang terjadi saat ujian demi ujian seolah bertumpuk-tumpuk memenuhi tenggorokan. Bunda, cobalah untuk terus berprasangka baik kepada Sang Pencipta. Itulah langkah awal untuk mendidik jiwa ketika musibah menyapa. Sebab prasangka baik akan bernilai pahala dan membuahkan kebahagiaan serta kebaikan. Sebaliknya, berprasangka buruk dan mencela takdir-Nya hanya akan menyisakan kesempitan serta membawa diri dalam jurang keputusasaan. Buruk sangka hanya akan membuat hidup ke depannya lebih sulit, masalah lain pun akan bermunculan. Sungguh, itu terjadi. Mungkin, terus menjaga prasangka baik itu berat, tapi teruslah m...

KISAH KESABARAN DAN KESYUKURAN SAHABAT (PART 10 "Hadiah Istimewa Untuk Bunda Hebat")

  Kisah Kesabaran dan Kesyukuran Sahabat Kisah Kesabaran dan "Suatu hari, aku pernah berada di daerah perbatasan, wilayah Arish di negeri Mesir. Aku melihat sebuah kemah kecil, yang dari kemahnya menunjukkan bahwa pemiliknya adalah orang yang sangat miskin. Lalu aku pun mendatangi kemah yang berada di padang pasir tersebut untuk melihat apa yang ada di dalamnya. Kemudian aku melihat seorang laki-laki. Namun bukan laki-laki biasa. Kondisi laki-laki ini sedang berbaring dengan tangan dan kakinya bunting, telinganya sulit mendengar, matanya buta, dan tidak ada yang tersisa selain lisannya yang berbicara. Dari lisannya orang itu mengucapkan, “Ya Allah berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku. Dan Engkau sangat muliakan aku dari ciptaan-Mu yang lain.” Kemudian aku pun menemuinya, dan berkata kepada orang itu, “Wahai saudaraku, nikmat Allah mana yang engkau syukuri?” Kemudian laki-laki pemilik kemah itu menjawab, “Wahai saudara, diaml...