Oleh: Nurlaela.Dj ummu Muhammad
Dzuhur kemarin ketika adzan mesjid berkumandang begitu lantang. Si dede yang tadinya hendak ber-qailullah bersamaku dan sudah dalam kondisi setengah sadar, tiba-tiba terbangun & bergegas turun dari kasur.
"Ajan solah.. Solah" begitu ia memberi tahuku, bahwa sudah adzan waktunya sholat. Kemudian ia setengah berlari menuju ke kamar omnya, yang berada tepat didepan kamar kami "om.. om solah.. Solah". Tapi karena ia dapati tidak ada siapa-siapa di dalam kamar, ia pun kembali bergegas membuka laci kecil & mengambil peci kesayangannya.
Aku yang sedari tadi hanya melihat dari kamar & tidak membantu si dede menyiapkan pakaian seperti biasa untuk ke mesjid, karena memang semalam abinya sudah berpesan bahwa Muhammad sementara ini tidak usah dibawa ke mesjid dulu karena kondisi fisiknya sedang tidak begitu fit, khawatir akan mudah terinfeksi oleh virus. Pagar yg sudah ku tutup rapat, ku anggap aman & si dede tdk akan kemana-mana . Drrzzzzz suara pagar trbuka. sungguh tak kusangka, tangan mungilnya ternyata sudah cukup kuat untk menggeser pagar rumah. Dalam kondisi panik kupanggil dia namun hanya menengok & trus berjalan sambil sesekali berlari kecil.
Segera kuambil pakaian dan niqobku, bahkan tak tahu lagi, apakah niqobku sudah terpasang dengan baik atau tidak. Segera kususul si dede, dengan panik dan berlari ngos-ngosan sekuat-kuatnya karna terus terbayang jalan ke mesjid melewati penyeberangan di jalan utama komplek tempat kami tinggal. Ya Rabb, kira-kira sekitar 2 m lagi dari penyeberangan Alhamdulillah akhirnya aku bisa meraihnya!
Segera kugendong dia dalam posisi ia menangis dan menghentak-hentakan badannya.
"Sayang, hari ini sholatnya di rumah saja ya..", kupeluk dan coba kutenangkan ia yang nampaknya sangat sedih karena tak bisa ke mesjid. Ia terus mengamuk "sholah .. Sholah" teriaknya disela-sela tangisannya. Bahkan sampai di rumah pun, ia terus mengamuk dan mencoba membuka pagar yang sudah kukunci, terus saja ia brguling-guling dan sesekali bangun mencoba untuk menggedor-gedor pagar kembali.
Kuajak ia untuk masuk dan coba kupahamkan.
"Sayang, beberapa hari ini Muhammad sholatnya di rumah ya sayang, belum bisa ke mesjid dulu". Ia terus saja menangis & sepertinya ia benar-benar sangat terpukul. Mengapa tak bisa ke mesjid? Mungkin bgitu ia berfikir.
Setelah tangisannya tak begitu menggelegar lagi, kupeluk ia lagi & coba kupahamkan dengan kalimat-kalimat yang kuanggap bisa ia cerna, akhirnya kurang bebrapa menit setelah itu iapun nampak menyeka air matanya yang sedari tadi tumpah dengan emosi.
Kemudian ia kembali membenarkan pecinya & bergegas menghamparkan sajadah lalu sholat. Entahlah apakah ia benar-benar paham atas penjelasanku ataukah ia hanya lelah menangis & putus asa. Apapun itu, aku berharap semoga tidak ada lagi drama seperti ini di setiap adzan di kumandangkan.
Mungkin kesedihan Muhammad kecilku yang usianya baru genap 2 thn di 3 bulan kemarin tak begitu berarti dibandingkan KESEDIHAN dan KEGUNDAHAN kaum Muslimin imbas dari Covid 19 ini. Yaa kesedihan mereka karna harus terhalang dari begitu banyak kebaikan, kesedihan mereka ketika esok mesjid-mesjid benar-benar harus sepi dari para pemakmurnya, ketika aktivitas dakwah dan thalibul 'ilm mesti dengan alternatif jarak jauh atau bhkan off beberapa waktu kedepan.
Kesedihan & sesaknya para pejuang ketika planing-planning dakwah yang sudah dirancang sedemikian matang harus terkendala & bahkan tak bisa berjalan sebgaimana mestinya. Tak terbayang kesedihan orang-orang yang haus akan 'ilmu harus menahan kerinduan dari nikmatnya duduk dalam majelis.
Huuhh.. Ya Rabb semoga hanya 14 hari, ya 14 hari ini saja. Setelah itu Engaku angkat Wabah ini ya Rabb dgn Rahmat & Kuasa_Mu dan semuanya kembali seperti dulu bahkan lebih baik.
Semoga ujian yang Kau turunkan beberapa waktu lamanya ini, telah mampu membuat kami mengambil pelajaran dan kembali mendekap kepada_Mu. Mampu mendidik hati-hati kami yg abai ini, menjadi hati yang peka & peduli pada derita saudara seiman kami yang sungguh jauh lebih berat ujiannya. Di Gaza mereka diblokade beberapa abad lamanya, tak lagi mampu mereka beribadah dengan rasa aman, di Suria, Myanmar, Uighur, India dst. Sungguh tak terukur lagi derita & peluh mereka ..
لا إله إلا أنت سبحانك إنا كنا من الظالمين، نستغفرك يا رب......
Dzuhur kemarin ketika adzan mesjid berkumandang begitu lantang. Si dede yang tadinya hendak ber-qailullah bersamaku dan sudah dalam kondisi setengah sadar, tiba-tiba terbangun & bergegas turun dari kasur.
"Ajan solah.. Solah" begitu ia memberi tahuku, bahwa sudah adzan waktunya sholat. Kemudian ia setengah berlari menuju ke kamar omnya, yang berada tepat didepan kamar kami "om.. om solah.. Solah". Tapi karena ia dapati tidak ada siapa-siapa di dalam kamar, ia pun kembali bergegas membuka laci kecil & mengambil peci kesayangannya.
Aku yang sedari tadi hanya melihat dari kamar & tidak membantu si dede menyiapkan pakaian seperti biasa untuk ke mesjid, karena memang semalam abinya sudah berpesan bahwa Muhammad sementara ini tidak usah dibawa ke mesjid dulu karena kondisi fisiknya sedang tidak begitu fit, khawatir akan mudah terinfeksi oleh virus. Pagar yg sudah ku tutup rapat, ku anggap aman & si dede tdk akan kemana-mana . Drrzzzzz suara pagar trbuka. sungguh tak kusangka, tangan mungilnya ternyata sudah cukup kuat untk menggeser pagar rumah. Dalam kondisi panik kupanggil dia namun hanya menengok & trus berjalan sambil sesekali berlari kecil.
Segera kuambil pakaian dan niqobku, bahkan tak tahu lagi, apakah niqobku sudah terpasang dengan baik atau tidak. Segera kususul si dede, dengan panik dan berlari ngos-ngosan sekuat-kuatnya karna terus terbayang jalan ke mesjid melewati penyeberangan di jalan utama komplek tempat kami tinggal. Ya Rabb, kira-kira sekitar 2 m lagi dari penyeberangan Alhamdulillah akhirnya aku bisa meraihnya!
Segera kugendong dia dalam posisi ia menangis dan menghentak-hentakan badannya.
"Sayang, hari ini sholatnya di rumah saja ya..", kupeluk dan coba kutenangkan ia yang nampaknya sangat sedih karena tak bisa ke mesjid. Ia terus mengamuk "sholah .. Sholah" teriaknya disela-sela tangisannya. Bahkan sampai di rumah pun, ia terus mengamuk dan mencoba membuka pagar yang sudah kukunci, terus saja ia brguling-guling dan sesekali bangun mencoba untuk menggedor-gedor pagar kembali.
Kuajak ia untuk masuk dan coba kupahamkan.
"Sayang, beberapa hari ini Muhammad sholatnya di rumah ya sayang, belum bisa ke mesjid dulu". Ia terus saja menangis & sepertinya ia benar-benar sangat terpukul. Mengapa tak bisa ke mesjid? Mungkin bgitu ia berfikir.
Setelah tangisannya tak begitu menggelegar lagi, kupeluk ia lagi & coba kupahamkan dengan kalimat-kalimat yang kuanggap bisa ia cerna, akhirnya kurang bebrapa menit setelah itu iapun nampak menyeka air matanya yang sedari tadi tumpah dengan emosi.
Kemudian ia kembali membenarkan pecinya & bergegas menghamparkan sajadah lalu sholat. Entahlah apakah ia benar-benar paham atas penjelasanku ataukah ia hanya lelah menangis & putus asa. Apapun itu, aku berharap semoga tidak ada lagi drama seperti ini di setiap adzan di kumandangkan.
Mungkin kesedihan Muhammad kecilku yang usianya baru genap 2 thn di 3 bulan kemarin tak begitu berarti dibandingkan KESEDIHAN dan KEGUNDAHAN kaum Muslimin imbas dari Covid 19 ini. Yaa kesedihan mereka karna harus terhalang dari begitu banyak kebaikan, kesedihan mereka ketika esok mesjid-mesjid benar-benar harus sepi dari para pemakmurnya, ketika aktivitas dakwah dan thalibul 'ilm mesti dengan alternatif jarak jauh atau bhkan off beberapa waktu kedepan.
Kesedihan & sesaknya para pejuang ketika planing-planning dakwah yang sudah dirancang sedemikian matang harus terkendala & bahkan tak bisa berjalan sebgaimana mestinya. Tak terbayang kesedihan orang-orang yang haus akan 'ilmu harus menahan kerinduan dari nikmatnya duduk dalam majelis.
Huuhh.. Ya Rabb semoga hanya 14 hari, ya 14 hari ini saja. Setelah itu Engaku angkat Wabah ini ya Rabb dgn Rahmat & Kuasa_Mu dan semuanya kembali seperti dulu bahkan lebih baik.
Semoga ujian yang Kau turunkan beberapa waktu lamanya ini, telah mampu membuat kami mengambil pelajaran dan kembali mendekap kepada_Mu. Mampu mendidik hati-hati kami yg abai ini, menjadi hati yang peka & peduli pada derita saudara seiman kami yang sungguh jauh lebih berat ujiannya. Di Gaza mereka diblokade beberapa abad lamanya, tak lagi mampu mereka beribadah dengan rasa aman, di Suria, Myanmar, Uighur, India dst. Sungguh tak terukur lagi derita & peluh mereka ..
لا إله إلا أنت سبحانك إنا كنا من الظالمين، نستغفرك يا رب......
Onsya Allah Tihan akan mendengarkan do'a mu nak 😥
BalasHapus