JIKA AKHIRNYA LOCK DOWN...
Jika akhirnya semua lock down,
apa yang akan kita lakukan?
Meratap?
Apa yang mau diratapkan?
Yang terbaik adalah apa yang Allah pilihkan hari ini,
dan hari-hari seterusnya.
Berapa banyak waktu yang akan pergi
dalam kekosongan ruang waktu kita,
tapi harus dipertanggungjawabkan...
Saat harus tinggal di rumah saja ini,
kita akhirnya sadar bahwa selama ini
bukan soal kita tidak punya waktu:
untuk meluruskan jalan penghambaan,
untuk mendaras ayat-ayat Allah dan Sunnah Sang Nabi,
untuk memuhasabah diri,
untuk membelai istri dan buah hati sepenuh hati...
Bukan soal waktu ada atau tiada.
Tapi soal kita mau atau tidak.
Sebab saat kemauan itu sungguh ada,
segala rintangan akan tertakluk belaka,
segala halangan akan terbuka jua...
Tapi selama ini,
memang di situlah letak soalnya.
Kemauan yang payah.
Obsesi akhirat yang lunglai di hadapan dunia.
Maka seluas apapun waktumu membentang,
engkau hari ini tiada bedanya dengan engkau yang kemarin.
Dari nol menjadi nol.
Untung baik, bukan dari nol menjadi minus...
(atau mungkin begitu kenyataannya?)
***
Teringatlah hati ini:
Pada kisah seorang gemintang ilmu
bernama al-Imam al-Sarakhsiy –rahimahullah-.
Akibat fatwanya atas kesalahan akad nikah seorang Sultan,
ia terhukum penjara selama 15 tahun lamanya!
Konon penjara itu berwujud sebuah sumur mati.
Al-Imam al-Sarakhsiy ter”lockdown” dalam sendiri.
Tapi ia tak meratap.
Tak diam menatap ruang kosong.
Dalam penjara kelam itu:
15 jilid Kitab al-Mabsuth-nya selesai ditulisnya.
2 jilid Kitab Syarh al-Syarh al-Kabir karya al-Imam al-Syaibany tuntus didiktenya.
***
Jika akhirnya “Lock Down”...
Jika umur kita panjang (in sya’aLlah):
akankah kita keluar sebagai hamba pemenang?
Akankah kita berjaya:
Menuntaskan tilawah al-Qur’an berkali-kali?
Menyelesaikan hadits-hadits Nabi dalam “Riyadh al-Shalihin”?
Mendaras 1 kitab tafsir paling sederhana untuk Kitabullah?
Memiliki “habit” (adat kebiasaan) baru sebagai hamba:
“habit” dzikir pagi dan petang?
“habit” bertaubat setidaknya 100 kali per hari?
“habit” berpikir dalam sebelum berucap?
“habit” mendengar lebih banyak dari bertutur?
Semoga saja demikian.
“Lock down” bukan akhir segalanya.
Tapi jika kita abai dan tetap angkuh,
mungkin semuanya akan segera berakhir,
termasuk hayat tempat menyemai kebaikan ini.
Akhukum,
Muhammad Ihsan Zainuddin
Komentar
Posting Komentar