Assalamu’alaikum
Bagaimana kabarmu di akhir Ramadhan? Apakah engkau berbahagia? Ataukah air mata tengah membasahi pipimu? Atau.. mungkin perasaan campur aduk entah bagaimana mengutarakannya.
Sahabat, di akhir Ramadhan ini, tidak semua kita memiliki kondisi yang sama. Ada yang diberikan kemampuan oleh Allah untuk beri’tikaf, memaksimalkan tilawah hingga berkali-kali khatam, atau dimudahkan untuk menegakkan punggung berdiri berlama-lama shalat.
Tapi ada juga, yang harus menahan pedih terbaring tak berdaya, menitikkan air mata karena tak mampu puasa, atau harus mengorbankan waktu dan tenaga untuk sesuap nasi keluarga. Tapi, tahukah kawan, rahmat Allah begitu luas! Ibadah itu semua yang diridhai Allah, tak terbatas pada shalat dan puasa saja, walau keduanya adalah amalan paling utama.
Namun, ada di antara kita yang harus membantu orang tua mengaduk-aduk beras atau mengisi ketupat. Itu pun bisa bernilai ibadah jika niat kita untuk menyenangkan orang tua yang mungkin belum paham benar tentang agama. Tapi, kegiatan itu bisa kita isi sambil perbanyak istighfar.
Atau, ada yang harus menghabiskan waktu akhir Ramadhan di jalan. Untuk menyambung kekeluargaan, membahagiakan handai taulan. Pun bisa menjadi ibadah bernilai, jika kita niatkan Lillaah. Sambil memutar murattal atau perbanyak dzikrullah di jalan.
Sahabat, apa pun kondisimu, teruslah berharap kepada Allah. Teruslah berdo’a agar kebaikan yang engkau lakukan, sekecil apa pun bentuknya, di malam-malam mulia ini, bisa mendapatkan pahala berlipat ganda. Mendapatkan rahmat dan ampunan Allah ta’ala.
Teruslah membasahi lisan dengan do’a serta hati yang penuh dengan harapan.
Semoga, kita masih bisa berjumpa Ramadhan berikutnya dalam keadaan lebih baik, dan Allah berikan kemampuan lebih lagi untuk bertaqarrub secara khusus kepada-Nya. Semoga Allah mudahkan.
Ukhti, sungguh, larut dalam tangisan karena penyesalan terhadap kelalaian itu jauh lebih baik dibandingkan beramal yang diiringi rasa bangga dan meremehkan orang lain. Sebagai pelecut kepada kita, bahwa tak ada kata “putus asa” dari rahmat Allah di kamus orang beriman.
Tetapi, ketahuilah saudariku, penyesalan yang tulus dari lubuk hati akan melahirkan sebuah sikap: berusaha menjadi lebih baik lagi.
Olehnya, Allah ta’ala memerintahkan kita taubat bukan sekadar taubat lisan, tetapi taubatan nashuha. Taubat yang tulus, menyesali berbagai keburukan dan kemaksiatan kita, memohon ampun kepada Allah, dan bertekad kuat tak mengulanginya lagi. Bermujahadah untuk mengisi lembaran amal yang tersisa dengan kebaikan. Sebagai harapan, bahwa kebaikan itu akan menghapus kesalahan masa silam.
Maka semoga kita menjadi orang-orang yang jujur kepada Allah. Apa pun kondisi kita, hati selalu merindu untuk mendekat kepadaNya, dan berjuang untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.
Semoga Allah menolong kita dan melimpahkan taufik dan hidayahNya kepada kita semua ❤️
Komentar
Posting Komentar