Iringi dengan Ketaatan
Allah ta’ala pasti akan mengabulkan
do’a selama seseorang menjauhi hal-hal yang menyebabkan do’a itu
terkatung-katung atau tertolak, misalnya makanan dan pakaian haram. Di sisi
lain, Allah ta’ala pun membocorkan sebab-sebab do’a itu mudah dimakbulkan.
Selain dengan memenuhi adabnya, juga mengiringi do’a itu dengan ketaatan.
Allah Ta’ala juga
berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اسْتَعِينُواْ بِالصَّبْرِ وَالصَّلاَةِ
إِنَّ اللّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
“Hai orang-orang yang
beriman, jadikanlah sabar dan salat sebagai penolongmu. Sesungguhnya Allah
bersama orang-orang yang sabar” (QS.
Al Baqarah: 153)
Dalam konteks ayat tersebut,
Allah ta’ala menyebutkan ‘ista’iinuw’ ( اسْتَعِينُواْ ) atau ‘beristi’anahlah kalian’, ‘mohon pertolonganlah kalian’,
lalu menyebutkan 2 amal shalih yaitu sabar dan shalat. Seperti ayat 186 di
Surah Al-baqarah, “Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman
kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran,” seperti menyampaikan kepada kita agar mengiringi do’a
dengan ketaatan, bahkan bersegera dalam ketaatan tersebut.
Tentunya, memperbanyak amal shalih yang Sunnah, kita lakukan setelah memprioritaskan kewajiban. Sehingga ketika kita tiba-tiba diuji dengan sesuatu yang seolah menghentak atau menampar jiwa kita, yang pertama kali kita tanyakan adalah: “bagaimanakah shalat wajibku?”, “bagaimana puasa wajibku?”, “apakah aku sudah mengeluarkan zakat fitrah dan maal (jika memenuhi nishab dan haul)?”,”bagaimana kabar ayah dan ibuku? Apakah selama ini aku belum menyenangkan hati mereka?”, “apakah aku sudah berhijab syar’I (bagi wanita)?”, “apakah hartaku halal?”,”apakah aku sudah bertauhid dengan benar?”. Ya itulah serentetan pertanyaan muhasabah awal. Selalu mulai dari sana.
Akhirnya rentetan
pertanyaan-pertanyaan ini akan mebawa kita pada satu kesimpulan penting, “Aku
harus belajar agama untuk lebih mengenal-Nya, mengenal hak-hak-Nya pada
diriku”. Karena ternyata selama ini kita sudah banyak melalaikan
kewajiban-kewajiban kita. Bahkan ketika kita telah mengerjakannya pun, kita
banyak lalai dari syarat-syarat sah dan rukun-rukunnya.
Padahal, tahukah kita, bahwa
kewajiban yang Allah ta’ala amanahkan kepada kita semuanya mengandung begitu
banyak hikmah, menguatkan jiwa kita sehingga lebih kokoh dalam menghadapi
masalah, menyucikan diri kita dari dosa dan kesalahan, serta diganjar dengan
pahala yang akan ditimbang di mizan saat hari kiamat (penentu apakah kita akan
selamat atau sengsara), serta banyak keutamaan lain yang semuanya adalah untuk
keselamatan diri kita sendiri di dunia dan akhirat.
“Jikalau sekiranya penduduk
negeri-negeri tersebut beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat
Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (Qs.
Al-A’raf: 96)
Komentar
Posting Komentar